PERTOLONGAN
PERTAMA GAWAT DARURAT (PPGD)
Bayangkan ada seorang pendaki yang tidak hati-hati lalu
terjatuh ke dalam jurang sedalam 10 meter. Sangat miris karena pendaki tersebut
mengalami trauma tulang belakang yang cukup parah. Prognosa menyatakan dia bakal
lumpuh seumur hidupnya dari batas pusar ke bawah (paraplegi). Menurut cerita
teman-teman pendaki yang ikut mendaki bersama dia, pertolongan di tempat
kejadian dilakukan oleh pendaki lain yang kemungkinan besar belum mengetahui
teknik PPGD. Kita lalu akan membayangkan korban diangkat dari dasar jurang
entah dengan apa dan bagaimana, namun dapat diyakinkan bahwa proses evakuasi,
mobilisasi dan tranportasi korban sangatlah merugikan dan memperburuk cedera
tulang belakangnya.
Bayangkan juga ada seorang pendaki yang tiba-tiba
mengalami serangan jantung yang menyebabkan jantungnya tiba-tiba berhenti
berdenyut lalu mengalami kematian mendadak karena tidak mendapatkan pertolongan
yang cepat, padahal kita berada tidak jauh dari lokasinya. Atau seorang
pemanjat tebing yang mengalami kecelakaan dan menyebabkan fraktur terbuka yang
mengeluarkan cukup banyak darah lalu membuatnya pingsan. Apakah yang harus kita
lakukan ?
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan
tiba-tiba sehingga sulit memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk
situasi ini adalah waspada dan melakukan upaya kongkrit untuk
mengantisipasinya. Harus dipikirkan satu bentuk mekanisme bantuan kepada korban
dari awal tempat kejadian, selama perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan di
fasilitas kesehatan sampai pasca kejadian cedera. Tercapainya kualitas hidup
penderita pada akhir bantuan harus tetap menjadi tujuan dari seluruh rangkai
pertolongan yang diberikan.
Jadi prinsip dan tujuan dilakukannya PPGD adalah :
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah keadaan menjadi lebih buruk
3. Mempercepat kesembuhan
Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus
dipandang sebagai satu system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah, mulai dari
pre hospital stage, hospital stage, dan rehabilitation stage. Hal ini karena
kualitas hidup penderita pasca cedera akan sangat bergantung pada apa yang
telah dia dapatkan pada periode Pre Hospital Stage bukan hanya tergantung pada
bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali
kejadian penderita mendapatkan bantuan yang optimal sesuai kebutuhannya maka
resiko kematian dan kecacatan dapat dihindari. Bisa diilustrasikan dengan
penderita yang terus mengalami perdarahan dan tidak dihentikan selama periode
Pre Hospital Stage, maka akan sampai ke rumah sakit dalam kondisi gagal ginjal.
Penderita dengan kegagalan
pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari kerusakan
otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah dapat dicegah jika sumber
perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya evakuasi &
tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar.
Oleh karena itu orang awam
yang menjadi first responder harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu :
• Menguasai cara meminta
bantuan pertolongan
• Menguasai teknik bantuan
hidup dasar (resusitasi jantung paru)
• Menguasai teknik
menghentikan perdarahan
• Menguasai teknik memasang
balut-bidai
• Menguasai teknik evakuasi
dan tranportasi
Penyebarluasan kemampuan
sebagai penolong pertama dapat diberikan kepada masyarakat yang awam dalam
bidang pertolongan medis baik secara formal maupun informal secara berkala dan
berkelanjutan dengan menggunakan kurikulum yang sama, bentuk sertifikasi yang
sama dan lencana tanda lulus yang sama. Sehingga penolong akan memiliki
kemampuan yang sama dan memudahkan dalam memberikan bantuan dalam keadaan
sehari-hari ataupun bencana masal.
I. MEMINTA PERTOLONGAN
Apakah yang anda lakukan jika
menemukan seseorang pasien gawat darurat ?
1. amankan penderita
2. hubungi Ambulans dengan
telepon nomor 118
3. tertibkan masyarakat
4. lakukan prosedur gawat
darurat
Cara memanggil Mobil Ambulans
:
Putar nomor telepon 118,
Telepon : (021) 687089 – 65303118 Fax : (021) 585652
Lalu sebutkan :
nama, nomor telepon, lokasi
korban, jenis penyakit (sakit, kecelakaan lalin.kerja, kriminalitas), keadaan
korban, dan jumlah korban
II. TEKNIK
BANTUAN HIDUP DASAR (BLS-Basic Life Support)
Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian
dalam waktu singkat, tetapi semuanya berakhir pada satu akhir yakni kegagalan
oksigenasi sel, terutama otak dan jantung.
Usaha yang dilakukan untu mempertahankan kehidupan pada
saat penderita mengalami keadan yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai
“Bantuan Hidup” (Life Support). Bila usaha Bantuan Hidup ini tanpa memakai
cairan intra-vena, obat ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan
Hiudp Dasar (Basic Life Support). Apabila BHD dilakukan cukup cepat, kematian
mungkin dapat dihindari seperti nampak dari tabel dibawah ini :
Keterlambatan kemungkinan
berhasil
1 menit 98 dari 100
4 menit 50 dari 100
10 menit 1 dari 100
Catatan : Bila ada tanda
kematian pasti seperti kaku mayat atau lebam mayat, sudah sia-sia untuk
melakukan BHD.
Yang harus dilakukan pada BHD
adalah :
a. Airway (jalan nafas)
b. Breathing (pernafasan)
c. Circulation (jantung dan pembuluh darah)
A. AIRWAY
Menilai jalan nafas dan pernafasan :
Bila penderita sadar dapat
berbicara kalimat panjang : Airway baik, Breathing baik
Bila penderita tidak sadar
bisa menjadi lebih sulit
Lakukan penilaian Airway-Breathing dengan cara :
Lihat-Dengar-Raba
Obstruksi jalan nafas
Merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat dibandingkan
gangguan breathing dan circulation.lagipula perbaikan breathing tidak mungkin
dilakukan bila tidak ada Airway yang baik.
a. Obstruksi total
Pada obstruksi total mungkin penderita ditemukan masih
saar atau dalam keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya
disebabkan tertelannya benda asing yang lalu menyangkut dan menyumbat di
pangkal larink, bila obstruksi total timbul perlahan (insidious) maka akan
berawal dari obstruksi parsial menjadi total.
- Bila penderita masih sadar
Penderita akan memegang leher,
dalam keadaan sangat gelisah. Kebiruan (sianosis) mungkin ditemukan, dan
mungkin ada kesan masih bernafas (walaupun tidak ada udara
keluar-masuk/ventilasi). Dalam keadaan ini harus dilakukan perasat Heimlich
(abdominal thrust). Kontra-indikasi Heimlich manouvre atau kehamilan tua dan
bayi.
b. Obstruksi parsial
Disebabkan beberapa hal,
biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul beraneka ragam suara,
tergantung penyebabnya (semuanya saat menarik nafas, inspirasi)
- Cairan (darah, sekret,
aspirasi lambung dsb), bunti kumur-kumur.
- Lidah yang jatuh
kebelakang-mengorok
- Penyempitan di larink atau
trakhea-stridor
Pengelolaan Jalan nafas
a. Penghisapan (suction) –
bila ada cairan
b. Menjaga jalan nafas
secara manual
Bila penderita tidak sadar
maka lidah dapat dihindarkan jatuh kebelakang dengan memakai :
= Angkat kepala-dagu (Head
tilt-chin manouvre), prosedur ini tidak boleh dipakai bila ada kemungkinan
patah tulang leher.
= Angkat rahang (jaw thrust)
III. BREATHING DAN PEMBERIAN OKSIGEN
Bila Airway sudah baik, belum
tentu pernafasan akan baik sehingga perlu selalu dilakukan pemeriksaan apakah
ada pernafasan penderita sudah adekuat atau belum.
1. Pemeriksaan Fisik
penderita.
a. Pernafasan Normal,
kecepatan bernafas manusia adalah :
Dewasa : 12-20 kali/menit (20)
Anak-anak : 15-30 kali/menit
(30)
Pada orang dewasa abnormal
bila pernfasan >30 atau <10 kali="" menit="" o:p="">10>
b. Sesak Nafas (dyspnoe)
Bila penderita sadar, dapat
berbicara tetapi tidak dapat berbicara kalimat panjang : Airway baik, Breathing
terganggu, penderita terlihat sesak. Sesak nafas dapat terlihat atau mungkin
juga tidak. Bila terlihat maka akan ditemukan :
- Penderita mengeluh sesak
- Bernafas cepat (tachypnoe)
- Pemakaian otot pernafasan
tambahan
- Penderita terlihat ada
kebiruan
2. Pemberian Oksigen
a. Kanul hidung (nasal canule)
b. Masker oksigen (face mask)
3. Pernafasan Buatan
(artificial ventilation)
Bila diperlukan, pernafasan
buatan dapat diberikan dengan cara :
a. Mouth to mouth ventilation ( mulut ke mulut )
Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya
18% (konsentrasi udara paru saat ekspirasi).
Frekuensi Ventilasi Buatan
Dewasa 10-20 x/menit
Anak 20 x/menit
Bayi 20 x/menit
b. Mouth to mask ventilation
c. Bantuan Pernafasan memakai
kantung (Bag-Valve-Mask, “Bagging”)
IV. CIRCULATION
1. Umum
a. Frekuensi denyut jantung
Frenkuensi denyut jantung pada
orang dewasa adalah 60-80/menit.
b. Penentuan denyut nadi
pada orang dewasa dan
anak-anak denyut nadi diraba pada a.radialis (lengan bawah, dibelakang ibu
jari) atau a.karotis, yakni sisi samping dari jakun.
2. Henti jantung
Gejala henti jantung adalah
gejala syok yang sangat berat. Penderita mungkin masih akan berusaha menarik
nafas satu atau dua kali. Setelah itu akan berhenti nafas. Pada perabaan nadi
tidak ditemukan a.karotis yang berdenyut.
Bila ditemukan henti jantung
maka harus dilakukan masase jantung luar yang merupakan bagian dari resusitasi
jantung paru (RJP,CPR). RJP hanya menghasilkan 25-30% dari curah jantung
(cardiac output) sehingga oksigen tambahan mutlak diperlukan.
V. RESUSITASI JANTUNG-PARU
(RJP)
1. langkah-langkah yang haurs
diambil pada sebelum memulai RJP :
( American Heart association)
a. Tentukan tingkat kesadaran
(respon penderita) :
Dilakukan dengan menggoyang
penderita, bila penderita menjawab, maka ABC dalam keadaan baik.
b. panggil bantuan
bila petugas sendiri, maka
jangan mulai RJP sebelum memanggil bantuan,
c. Posisi Penderita
Penderita harus dalam keadaan
terlentang, bila dalam keadaan telungkup penderita di balikkan.
d. Periksa pernafasan
Periksa dengan inspeksi,
palpasi dan aiskultasi. Pemeriksan ini paling lama 3-5 detik.
Bila penderita bernafas penderita
tidak memerlukan RJP
e. Berikan pernafasan buatan 2
kali.
Bila pernafasan buatan pertama
tidak berhasil, maka posisi kepala diperbaiki atau mulut lebih dibuka. Bila
pernafasan buatan kedua tidak berhasil (karena resistensi/tahanan yang kuat),
maka airway harus dibersihkan dari obstruksi ( heimlich manouvre, finger sweep)
f. Periksa pulsasi a, karotis
(5-10 detik)
Bila ada pulsasi, dan
penderita bernafas, dapat berhenti
Bila ada pulsasi dan penderita
tidak bernafas diteruskan nafas buatan
Bila tidak ada pulsasi
dilakukan RJP
2. Tehnik Resusitasi jantung
paru (Cardiopulmonary Resusitation)
RJP dapat dilakukan oleh 1
atau 2 orang.
a. posisi penderita
penderita dalam keadaan
terlentang pada dasar yang keras (lantai, backboard,short spine board).
b. posisi petugas
posisi petugas berada setinggi
bahu penderita bila akan melakukan RJP 1 orang, bila penderita dilantai,
petugas berlutut seinggi bahu, disisi kanan penderita. Posisi paling ideal
sebenernya adalah dengan ‘menunggangi’ penderita, namun sering dapat diterima
oleh keluarga penderita.
c. tempat kompresi
Tepatnya 2 inci diatas
prosesus xifoideus pada tengah sternum.
Jari-jari kedua tangan
dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada penderita.
Pada bayi tekanan
dilakukan dengan 2 atau 3 jari, pada garis yang menghubungkan kedua putting
susu
d. Kompresi
Dilakukan dengan meluruskan
siku, beban pada bahu, bukan pada siku.
Kompresi dilakukan sedalam 3-5
cm. cara lain untuk memeriksa pulsasi a, karotis yang seharusnya ada pada
setiap kompresi.
e. Perbandingan
Kompresi-Ventilasi
Pada dewasa (2 dan 1 petugas)
15 : 2 anak, maupun bayi, perbandingan kompresi-ventilasi adalah 5:1, ini akan
menghasilkan kurang lebih 12 kali ventilasi setiap menitnya, pada dewasa dalam
satu menit dilakukan 4 siklus.
f. Memeriksa pulsasi dan
pernafasan
Pada RJP 1 orang, pemeriksaan
dilakukan setiap 4 siklus (setiap 1 menit).
Pada RJP 2 orang, petugas yang
melakukan ventilasi dapat sekaligus pemeriksaan pulsasi karotis, setiap
beberapa menit dapat dihentikan RJP untuk memeriksa apakah denyut jantung sudah
kembali.
Tanda-tanda keberhasilan
tehnik RJP :
Nadi karotis mulai berdenyut,
pernafasan mulai spontan, kulit yang tadinya berwarna keabu-abuan mulai menjadi
merah. Bila denyut karotis sudah timbul teratur, maka kompresi dapat di
hentikan tetapi pernafasan buatan tetap diteruskan sampai timbul nafas spontan.
g. Menghentikan RJP
Bila RJP dilakukan dengan
efektif, kematian biologis akan tertunda.
RJP harus dihentikan
tergantung pada :
- lamanya kematian klinis
- prognosis penderita
(ditinjau dari penyebab henti jantung)
- penyebab henti jantung (pada
henti jantung karena minimal listrik 1 jam)
sebaiknya keputusan
menghentikan RJP diserahkan kepada dokter.
h. Komplikasi RJP
- Patah tulang iga, sering
terjadi terutama pada orang tua. RJP tetap diteruskan walaupun terasa ada
tulang yang patah. Patah tulang iga mungkin terjadi bila posisi tangan salah
- Perdarahan pada perut,
disebabkan karena robekan hati atau limpa.
-
SKEMA TINDAKAN RESUSITASI
III. MENGHENTIKAN PERDARAHAN
Cara :
1. Menekan dengan jari tangan
2. Penekanan dengan kain
bersih/sapu tangan pada luka
3. Balut tekan
4. Torniket- hanya dalam
keadaan tertentu
5. Menekan dengan jari tangan
Pembuluh darah yang terdekat
dengan permukaan kulit ditekan dengan jari. Dengan menekan pembuluh darah
anatara jari dan tulang, maka pembuluh darah akan berhenti.
Pada satu sisi manusia
terdapat 6 titik pembuluh darah yang dapat ditekan dengan jari : Arteri
temporalis Superficialis, Arteri Subclavia, Arteri Femoralis, Arteri Femoralis,
Arteri Fasialis, Arteri Carotis Kommunis, Arteri Brachialis
6. Penekanan dengan kain
bersih/sapu tangan pada luka
i. Sapu tangan yang sudah
disterilkan dan belum dipakai lipatan bagian dalam dianggap bersih
ii. Letakkan bagian yang
bersih tersebut langsung diatas luka dan tekanlah
iii. Perdarahan dapat berhenti
dan pencemaran oleh kuman-kuman dapat dihindarkan
7. Balut tekan
8. Torniket
Pemasangan toniket hanya pada
keadaan tertentu, yaitu apabila anggota badan atas (lengan) atau anggota badan
bawah (kaki) terputus :
- tutup ujung tungkai yang
putus dengan kain yang bersih
- bagian yang putus dimasukkan
kekantong plastik yang berisi es salanjutnya dibawa bersama-sama korban ke
rumah sakit
SYOK / SHOCK
Tanda-tandanya :
1. Kulit ; pucat, dingin,
basah
2. Gelisah
3. Haus
4. Hitungan denyut nadi lebih
dari 100 kali permenit
5. Nafas cepat
6. Orang-orangan mata (pupil)
melebar
Tindakan :
Tidurkan korban terlentang dengan kaki lebih tinggi daripada kepala
Kendorkan pakaian korban
Badan ditutupi dengan selimut
Letakkan korban terlentang
lurus bila ditemukan tanda-tanda kemungkinan patah tulang
Penanganan shock seperti
penanganan PPGD dengan tetap mempertimbangkan ABC. Penatalaksanann pasien syock
di bahas dalam Advanced Life Support
IV. BALUT-BIDAI
BALUT
Tujuan : Mencengah /
menghindari terjadinya pencemaran kuman kedalam suatu luka
Alat : kain Segitiga, Perban,
Balut Cepat, balut bertekanan/tensocrep
BIDAI
Alat yang dipakai untuk
mempertahankan kedudukan (fiksasi) tulang yang patah.
Tujuan : Mencegah pergerakan
tulang yang patah.
Sarat : Bidai harus dapat
mempertahankan dua sendi tulang didepan tulang yang patah
Tidak boleh terlalu kencang
dan ketat, karena akan merusak jaringan tubuh.
Alat :
Anggota badan sendiri
Papan, bambu, dahan
Karton, majalah, kain
Bantal,guling, selimut
“air splint”
“vakum matras”
V. TRANSPOTASI
Adalah proses memindahkan kasus gawat darurat dari satu
tempat ketempat lain.
Syarat : Keadaannya stabil,
Jalan nafas dijamin terbuka/bebas, Monitor (pengawasan ketat) dari Nadi dan
Pernafasan.
Alat :
1. Tenaga Manusia : Satu
orang, dua orang, tiga orang, empat orang
2. Tandu kasur : Kasur, papan,
dahan/bambu, matras
3. Kendaraan : Darat, laut,
udara
Satu orang ; terutama untuk
anggota pemadam kebakaran kalau menolong korban yang tidak sadar didalam gedung
yang terbakar atau yang melewati jalan / lorong sempit. Catatan: Cara seperti
ini tidak boleh dilakukan pada penderita yang mengalami patah tulang punggung.
Dua orang ; kedua tangan
korban pada bahu penolong yang berdiri di kanan dan dikiri, posisi setengah
duduk pada keempat tangan penolong dapat juga menggunakan kursi.
Tiga orang ; tiga penolong
saling berhadapan dan berpegangan tangan dibawah si korban
Empat orang ; empat penolong
saling berhadapan dan berpegangan tangan dibawah si korban
Enam orang ; cara mengangkat korban dengan menggunakan
kain sprei, terutama kalau ada kecurigaan adanya patah tulang punggung.
No comments:
Post a Comment